Selasa, 12 Juli 2011

Miskin Bahasa

Anak yang waktunya habis untuk bermain sendirian, terlihat tenang,membisu dan penuh konsentrasi, bukan berarti anak tersebut “baik-baik”saja karena diam tak selalu emas.

Heidy  sangat senang karena hari ini akan kedatangan sahabat lamanya,yang baru saja terhubung kembali lewat jejaring sosial di dunia maya.Heidy bertambah senang saat melihat sahabatnya membawa anak yang seusiadengan Jihan (3 tahun), anaknya. Tidak membutuhkan waktu lama, Jihanlangsung bermain dengan teman barunya, Andini. Heidy memperhatikan saatkedua anak tersebut bermain. Suara Andini begitu mendominasi percakapanmereka, sementara Jihan lebih sering mengangguk dan menggeleng, tanpabanyak suara. Pilihan kata dan kalimat Andini pun sangat banyak, berbeda jauh dengan Jihan. Saat ditanya, Andini bisa menjelaskanjawabannya dalam kalimat panjang, sementara Jihan lebih banyakmengangguk, menggeleng, atau menjawab perlahan dengan sepatah-dua patahkata. Selama ini Heidy tidak pernah menganggap itu sebagai suatu halpenting karena menurutnya sifat pendiam Jihan adalah turunan daridirinya. Heidy mengakui bahwa dirinya pendiam, dalam arti berbicarauntuk hal yang penting saja karena tidak mau mencampuri urusan oranglain. Bahkan dia senang saat Jihan terlihat tenang dan konsentrasi saatmain puzzle, masak-masakan, atau menyusun balok. Namun melihat anaknyayang seolah miskin bahasa dibandingkan teman sebayanya, Heidy menjadikhawatir dan berfikir jangan-jangan anaknya mengalami masalah dalamberkomunikasi. Perkembangan BahasaPerkembangan bahasa seorang anak bukan dimulai saat dia belajarberbicara, melainkan sejak dia baru lahir. Tangisan, rengekan, maupunbahasa tubuh seperti ekspresi wajah, kontak mata, cara berdiri, maupungerakan tangan dan jari, merupakan cara-cara bayi berkomunikasi untukmenyampaikan keinginan, perasaan, pertanyaan, maupun pendapatnya.

Menurut Dr. Richard C. Woolfson dalam Small Talk, para ahli psikologi alami menyatakan bahwa  setiap anak lahir dengan kemampuan yangmerupakan bakat untuk belajar bahasa. Ada tonggak-tonggak perkembanganbahasa yang berlaku umum pada setiap anak. Sementara para ahli psikologiyang pro pada “pengasuhan” , menyatakan bahwa perkembangan bahasaseorang anak berasal dari menirukan kata-kata yang didengarnya dalamkehidupan sehari-hari. dan mendapatkan penguatan dari orang-orang disekitarnya.   Dr. Richard C. Woolfson memadukan kedua pendekatantersebut dengan menganggap bahwa alam dan pengasuhan mempunyai peranyang sama penting dalam perkembangan bahasa anak.

Miskin  Bahasa
Istilah miskin bahasa sebenarnya tidak ada dalam kamus perkembangananak. Istilah tersebut menunjukkan kurangnya perbendaharaan kosa kataseorang anak dibandingkan teman-teman seusianya. Sesuai tonggakperkembangan, anak usia 3 tahun seharusnya antara lain sudah menguasaipaling sedikit seribu kosa kata,  senang mengajukan pertanyaan mengenaiarti kata yang belum dikenalnya, senang mendengarkan cerita denganbanyak tokoh, dan juga semakin fasih dalam berbicara walau kadang masihsalah mengucapkan kata atau cadel saat melafalkannya. Namun bila haltersebut belum tercapai, berarti ada sesuatu yang menjadi penyebabnya.

Diam tak Selalu Emas
Menurut psikolog Irma Sukma Dewi, dari Schema Psikologi, pola kebiasaanyang dilakukan, sangat mempengaruhi kemampuan bahasa seorang anak. Bilaanak terbiasa duduk di depan televisi,   maka bisa jadi kosa katanyaakan berkembang. Bahkan bila dilakukan secara terus menerus, maka anakakan hafal pada dialognya. Namun, belum tentu dia cakap dalam berdialogkarena komunikasi yang terjalin hanya berjalan satu arah. Selain itu,Irma juga mengingatkan bahwa anak yang waktunya habis untuk bermain sendirian, terlihat tenang, membisu dan penuhkonsentrasi, bukan berarti anak tersebut “baik-baik” saja karena diamtak selalu emas.  Apalagi bila orang-orang di sekitarnya tidak menyadaribahwa stimulasi kepada anak kurang diberikan, sehingga bila anakbertanya, jawabannya pun sekedar Ya atau Tidak. Selain itu, adanyakebiasaan menghentikan pertanyaan si kecil dengan kalimat yangmeremehkan seperti, “Anak kecil nggak perlu tahu! Ini urusan orang tua!”membuat anak merasa takut atau malas untuk bicara lagi. Terbayang kan,produk anak seperti apa yang dihasilkan lingkungan seperti itu? Pastianak tersebut akan sulit mencapai tonggak-tonggak perkembangan sesuaidengan usianya.

Selalu Ajak Bicara
Irma Sukma Dewi kembali mengingatkan, “Pada prinsipnya, bila ingin anakpandai bicara, maka ajaklah bicara.” Stimulasi seharusnya dilakukansejak anak bayi, dimana mereka belum mampu bicara. Meskipun terlihat“aneh”, namun itulah yang dinamakan stimulasi bahasa. Bayi belajar darisuara yang didengarnya, gerakan yang dilihatnya, dan ekspresi dariorang-orang terdekatnya. Seiring dengan usianya, berilah kesempatan anakuntuk bersosialisasi dengan orang lain, sehingga akan mengasahketerampilan untuk berkomunikasi. Dengarkan dengan seksamapembicaraannya dan beri kesempatan anak untuk berpendapat dalamkeputusan kecil keluarga. Semakin sering anak diajak berbicara,berdiskusi, maka tak hanya perbendaharaan katanya yang bertambah, tetapikalimat yang dipergunakannya juga akan berkembang.

Orang tua berperan penting dalam memberikan stimulasi bahasa pada anak.Bila orang tua harus bekerja, pastikan pada pengasuh di rumah untukselalu mengajak anak bicara sehingga kemampuan bahasa anak akan tercapaisesuai dengan tonggak-tonggak perkembangannya.

Ditulis oleh mbak Imas, dimuat di majalah Parents Guide

Tidak ada komentar:

Posting Komentar